Jumat, 01 Maret 2013

SEMANTIK; RELASI MAKNA


PENDAHULUAN


            Setiap bahasa, termasuk bahasa Indonesia, sering kali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya. Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal kesamaan makna (sinonimi), kebalikan makna (antonimi), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundansi), dan sebagainya. Berikut ini akan dibicarakan hal tesebut satu persatu.

PEMBAHASAN
1.      SINONIMI

Sinonimi  berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nama’ dan syn yang berarti ‘dengan’. Jadi, sinonimi adalah ‘nama kain untuk benda atau hal yang sama.Venhaar (1978) mengatakan sinonimi adalah ungkapan (bisa berupa kata, frase atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain.
Contoh: mati, wafat, meninggal, dan mampus
            Buruk, dan jelek
sinonimi “ maknanya kurang lebih sama” ini berarti, dua buah kata yang bersinonim itu, kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih saja.

Kalau dua buah kata yang bersinonim tidak memiliki makna yang persis sama, yang sama apanya? Menurut teori Venhaar yang sama adalah informasinya.


2.      ANTONIMI DAN OPOSISI

Antonimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti ‘nama’ dan anti yang berarti ‘melawan. Jadi antonimi adalah ‘nama lain untuk benda lain pula’. Venhaar menjelaskan (1978) mendefinisikan antonimi adalah ungkapan (berupa kata, dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat).
Contoh : besar X kecil
               pulang X pergi
sehubungan dengan ini banyak pula yang menyebutnya oposisi makna.

Berdasarkan sifatnya, oposisi dapat dibedakan menjadi:

2.1  Oposisi Mutlak

Di sini terdapat pertentangan makna secara mutlak.
Contoh: hidup dan mati.
Antara hidup dan mati terdapat batas yang mutlak, sebab sesuatu yang yang hidup tentu belum mati; sedangkan sesuatu yang mati tentu sudah tidak hidup lagi.

2.2  Oposisi Kutub

Makna kata-kata yang temasuk oposisi kutub ini pertentangannya tidak bersifat mutlak, melainkan bersifat gradasi (terdapat tingkat-tingkat makna pada kata tersebut).
Contoh: kaya dan miskin
Orang yang tidak kaya belum tentu miskin, dan begitu juga orang yang tidak miskin belum tentu merasa kaya.

2.3  Oposisi Hubungan

Makna kata-kata yang beraposisi hubungan (relasional) ini bersifat saling melengkapi. Artinya kehadiran kata yang satu karena ada kata lain yang menjadi oposisinya, tanpa kehadirannya keduanya maka oposisi ini tidak ada.
Contoh: menjual dan membeli
              suami istri
             

     
2.4  Oposisi Hierakial

Makna kata-kata yang beroposisi hierarkial ini menyatakan suatu deret jenjang atau tingkatan. Kata-kata yang beroposisi hierarkial ini adalah kata-kata yang berupa nama satuan ukuran (berat, panjang, dan isi).
Misalnya: meter beraposisi hierarkial dengan kata kilometer


2.5  Oposisi Majemuk

Adalah oposisi di antara dua buah kata.
Contoh: mati-hidup
              Jauh-dekat

3.      HOMONIMI, HOMOFONI, HOMOGRAFI

Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang berarti ‘nama’ dan homo yang berarti ‘sama’. Jadi, homonimi dapat diartikan sebagai ‘nama sama untuk benda atau hal lain. Venhaar (1978) memberi definisi homonimi sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat) yang bentuknya sama dengan dengan ungkapan lain (kata, frase kalimat) tetapi maknanya tidak sama.
Misalnya: ‘inai’ dengan pacar yang berarti kekasih
             Kata bisa yang berarti ‘racun ular’ dan kata bisa yang berarti ‘sanggup,dapat’.

4.      HIPONIMI DAN HIPERNIMI

Kata hiponimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma berarti ‘nama’ dan hypo yang berarti ‘di bawah’. Jadi, hiponimi adalah ‘nama yang termasuk di bawah nama lain. Venhaar (1978) menyatakan hiponim adalah ungkapan (biasanya berupa kata, dapat juga berupa frase atau kalimat) yang maknanya  dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain.
Misalnya, kata tongkol hiponim terhadap ikan, sebab makna tongkol termasuk dalam makna kata ikan. Tongkol memang ikan tetapi ikan bukan hanya tongkol melainkan juga termasuk  bendeng, tenggiri, teri mujair, dan sebagainya.

5.      POLISEMI

Polisemi diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga berupa frase) yang memiliki makna lebih dari satu.
Contoh: kepala
Memiliki makna:
1.      Bagian dari anggota tubuh, seperti pada manusia dan hewan.
2.      Bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan dan merupakan hal yang penting dan terutama seperti pada kepala meja, kepala kereta api.
3.      Bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat sepeti kepala, seperti pada kepala paku dan kepala jarum.
4.      Pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah, kepala kantor dan kepala stasiun.
5.      Jiwa atau orang.

6.      AMBIGUITAS

Ambiguitas atau ketaksaan diartikan sebagai kata yang bermakna ganda.
Polisemi dan ambiguitas memang sama-sama makna ganda. Hanya kalau kegandaan makna dalam polisemi berasal dari kata, sedangkan kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gamatikal yang lebih besar, yaitu frase atau kalimat.

7.      REDUNDANSI

Istilah redundansi sering diartikan sebagai ‘berlebih-lebihan’ pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.
Contoh: bola di tendang Si Udin
              bola ditendang oleh Udin
maknanya tidak berubah.
Secara semantik, bila bentuk berbeda maka maknapun akan berbeda.




Sumber

Chaer, Abdul. 2009 Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.Jakarta: Rineka Cipta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar